Kamis, 01 Januari 2015

Optimalisasi Zakat dan Wakaf dalam Memberdayakan Masyarakat


Ekonomi merupakan salah satu hal yang urgent dalam kehidupan masyarakat. Pada awalnya, para filsuf pra klasik seperti Plato, Aristoteles, Xenophon telah membahas hal perekonomian dengan pemikiran-pemikirannya. Pemikiran ekonomi juga telah dimulai sejak manusia dilahirkan, bahkan Rasulullah SAW sendiri adalah pelaku ekonomi yang berprofesi sebagai pedagang. Selang beberapa tahun, muncullah ekonom-ekonom yang namanya terkenang hingga sekarang. Tujuan dari pemikiran ekonomi tersebut adalah ingin menyejahterakan masyarakat. Para pemikir tersebut tersebar pemikirannya yang membahas tentang ekonomi kapitalis, sosialis, dan tidak sedikit yang membahas tentang ekonomi islam yang mengacu pada Quran dan Hadits.

            Joseph Shumpter adalah ekonom kapitalis yang mengakui tentang pemikiran-pemikiran ekonomi islam yang tela dicetuskan oleh Ibnu Khaldun, Ibnu Taimiyah dan sebagainya. Beliau juga lah yang menyatakan bahwa Eropa telah mengalami ­Great Gap pemikiran ekonomi yang berusaha ditutup-tutupi oleh barat. Paham kapitalis yang diusung oleh Adam Smith mengemukakan bahwa dalam permintaan dan penawaran pasar ditentukan oleh Market Merchanism, dan dilarangnya intervensi dari pemerintah. Campur pemerintah hanya akan menghambat laju perekonomian. Berbeda dengan kapitalis, Karl Max tokoh penggagas paham sosialis beranggapan bahwa teori kapitalis hanya akan menyudutkan kaum buruh, maka negara harus mempunyai peran penting dalam perekonomian. Jika suatu negara ingin makmur, maka perekonomian dipusatkan di pemerintah, tidak ada yang lebih kaya dan tidak ada yang lebih miskin.

            Dalam implementasinya, kedua sistem ekonomi tersebut tidak dapat menyejahterakan masyarakat. Pada tahun 1930 telah terjadi depresi besar-besaran di dunia. Perdagangan turun 50%, perekonomian lesu, dan inflasi terjadi di berbagai negara. Tidak hanya pada tahun 1930, pada tahun 1997 juga pernah terjadi krisis finansial Asia yang telah melumpuhkan perekonomian Asia, tidak luput dengan Indonesia. Pada tahun 2008, Eropa digempur dengan krisis yang bermula dari Yunani yang tidak mampu membayar hutang luar negerinya. Amerika yang terkana subprime mortgage, krisis KPR yang menyebabkan Lehman Brothers gulung tikar. Bila dicerna, dampak ekonomi ini terjadi berulang kali, hampir beberapa tahun terjadi sekali. Dan tidak ditemukan solusi alternatif dari dampak krisis tersebut.

            Ekonomi Islam dilirik pertama kali di Indonesia ketika Bank Muamalat mampu bertahan dari krisis pada tahun 1998, bahkan cenderung naik di samping melemahnya berbagai lembaga keuangan yang lainnya. Dari peristiwa tersebut, ekonomi islam dianggap mampu menjadi ekonomi alternatif dalam menyejahterakan masyarakat. Padahal, jika ditilik jauh sebelum pemikir ekonomi kapitalis dan sosialis mengemukakan pendapatnya, Islam telah membahas perekonomian tersebut pada tahun 2H, yaitu awal disyariatkannya zakat. Konsep keadilan yang dibawa oleh Islam juga sangat berbeda oleh kapitalis dan sosialis. Adil menurut Islam adalah laa tudzlimuuna wa laa tudzlamuun, tidak dizalimi dan tidak menzalimi. Artinya, dalam kekuatan pasar, seorang pembeli tidak menzalimi penjual dan juga tidak dizalimi oleh penjual, begitu juga sebaliknya.

            Islam adalah agama yang komprehensif dan universal. Komprehensif artinya agama Islam mencakup kegitan ritual dan sosial (ibadah dan muamalah). Sedangkan yang dimaksud dengan universal adalah agama Islam mampu diterapkan di berbagai zaman dan di berbagai waktu. Artinya, kehidupan bermumalah dalam Islam telah diatur sejak diturnkannya Islam sebagai agama yang benar. Ekonomi pun tidak luput dari aturan Islam, semua hal telah diatur dan ditata dalam Islam. Pendapatan dan pengeluaran negara Madinah juga telah ada ketika Rasulullah menjadi kepala negara kala itu. Kebijakan-kebijakan fiskal Rasulullah antara lain adalah diterapkannya zakat, jizyah, fa’i, ‘usyr, nawaib, dan sebagainya. Pengeluaran pada masa Rasulullah juga untuk kepentingan dakwah, pendidikan, sosial, sedangkan Rasulullah hanya menyisakan 80 butir kurma untuk keluarga beliau.

            Untuk itu, dalam perekonomian pun Islam telah mengaturnya. Hal tersebut terimplementasikan dalam instrument zakat dan wakaf yang mampu memberdayakan masyarakat.

Zakat Produktif
Tanpa kita pungkiri, angka kemiskinan di Indonesia terbilang tidak sedikit. Ini mengindekasikan bahwa Negara kita belum mampu untuk mensejahterakan rakyat, padahal Negara mempunyai kewajiban penuh untuk mensejahterakan rakyatnya, hidup tentram, dan aman. Ironis sekali, di Negara kita yang mayoritas menganut agama islam, bila ternyata statistik kemiskinan cukup banyak, padahal Negara dituntut untuk mensejahterakan rakyatnya dengan merata. Statistik kemiskinan Negara kita, akan penulis sajikan sesuai dengan data valid yang diambil dari data Badan Pusat Statistik sebagai berikut:

Tahun
Tingkat Kemiskinan
2010
14,15%
2011
12,49%
2012
11,96%
2013
11,47%

Sumber: Badan Pusat Statistik

Dari data BPS di atas tingkat kemiskinan di Indonesia mengalami penurunan setiap tahunnya. Dari 11, 96% pada tahun 2012 kemudian turun menjadi 11, 47% pada tahun 2013. Namun, presentase tersebut masih dinilai besar, karena 28, 07 juta masyarakat Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan. Dari banyaknya angka kemiskinan di Indonesia ini, dibutuhkan adanya solusi jitu untuk mengentaskan angka kemiskinan, salah satunya dengan zakat.

            Dengan potensi yang mencapai angka 3,40 persen dari PDB, atau tidak kurang dari Rp 217 triliun setiap tahunnya, maka keberadaan zakat harus dapat dioptimalkan dalam upaya pengentasan kemiskinan ini. Apalagi secara peruntukkannya, Al-Quran memprioritaskan penyaluran zakat pada delapan kelompok, di mana fakir miskin menjadi kelompok yang mendapat prioritas utama. Maka diharapkan, zakat mampu mengentaskan kemiskinan di Indonesia, sekaligus memperkuat perekonomian kerakyatan.
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui“. (QS AtTaubah: 103).

            Dalam pendistribusian zakat yang dialokasikan pada delapan golongan  yang telah ditetapkan Al-Qur’an, semaksimal mungkin zakat dapat mensejahterakan para mustahiq. Maka bagi badan Amil zakat dan pihak yang mengelola zakat diharapkan tidak hanya mendistribusikan zakat berupa barang konsumtif yang berbentuk uang atau beras, tapi diharapkan Amil zakat dengan semaksimal mungkin dapat mendistribusikan zakat berupa barang produktif, yaitu permodalan yang diharapkan mampu dimaksimalkan oleh mustahiq. Sehingga kedepannya para penerima zakat tidak menjadi mustahiq lagi, tapi menjadi pemberi zakat. Adanya zakat produktif ini sangat berperan dalam mengentaskan kemiskinan, menumbuhkan perekonomian dan kesejahteraan pada masyarakat.
          
Wakaf Pemberdayaan
Banyak hal yang bisa dimanfaatkan dari wakaf ini, mulai dari pengembangan dan pemberdayaan masyarakat baik dari segi sumber daya manusia maupun perekonomian. Selain akan mendapatkan pahala dari amal jariyah tersebut (private benefit) bagi seorang yang mewakafkan hartanya, juga akan berdampak luas dan besar bagi masyarakat yang menerima wakaf tersebut (sosial benefit). Dan ini adalah peluang yang sangat besar untuk menyejahterakan umat.

           Bukti wakaf dapat menyejahterakan umat adalah dengan pembangunan perumahan sederhana untuk mustadh’afin dengan dana wakaf, seperti yang terjadi di Turki, Mesir, al-Jazair, dan Malaysia. Nadzir wakaf yang kebanyakan sudah berbentuk yayasan dan badan hukum membangun rumah untuk mustadh’afin di atas tanah wakaf dengan dana wakaf. Seperti layaknya harta wakaf para penghuni hanya memiliki hak pakai atau hak sewa. Dengan adanya perumahan wakaf ini para mustadh’afin mendapatkan kesempatan menyewa dengan harga yang terjangkau untuk jangka waktu yang lama. Jangka waktu yang lama ini sangat penting guna memastikan keamanan dan ketenangan –tanpa takut diusir- bagi anak cucu dan keluarga yang bersangkutan. Berapa banyak para mustad’afin yang membangun rumah gubuk mereka di tanah pemerintah, dan akhirnya pun terjadinya penggusuran oleh pemerintah, sehingga keamanan dan kenyamanan mereka pun terganggu.

           Potensi wakaf di Indonesia sangat besar, dan hal itu bisa kita alokasikan dengan membangun RSS (rumah sangat sederhana) dan rumah sederhana tipe 21 sampai 36 yang diperuntukkan bagi para mustadh’afin. Mereka tetap harus membayar, namun sesuai dengan kemampuannya.

            Kewajiban membayar ini diperlukan, di samping dananya bisa digulirkan untuk orang lain, juga untuk kedisiplinan dan memberi rasa bangga pada merka bahwa rumah itu merupakan hasil keringat mereka sendiri. Secara psikologis, Insya Allah, perasaan itu akan memacu semangat kerja mereka untuk mencari nafkah guna membayar cicilan.

Kesimpulan

            Agama Islam merupakan agama yang komprehensif dan universal, di mana agama Islam ini mecakup segala bidang kehidupan ibadah dan sosial, serta diterapkan di berbagai zaman. Dan salah satu bidang yang mampu dimaksimalkan adalah bidang ekonomi untuk diterapkannya nilai-nilai Islam. Jika dilihat dari bergbagai aspek, ekonomi Islam memiliki keunggulan daripada system ekonomi yang lainnya. Dari dampak krisis yang terjadi di dunia menandakan bahwa ekonomi kapitalis tidak mampu memberikan dampak kesejahteraan.

      Dalam ekonomi Islam, zakat merupakan salah satu instrumen yang mampu mensejahterakan masyarakat. hal ini ditandai dengan pendistribusian zakat kepada para mustahik yang sebagian besarnya adalah kaum fakir dan miskin. Dengan adanya potensi zakat yang sebegitu besar, maka kemiskinan di Indonesia akan dapat diatasi dengan cepat.

            Instrumen lain dalam Islam yang mampu mensejahterakan masyarakat adalah wakaf. Hal ini sangat berbeda dengan konsep filantropi pada umumnya. Dana wakaf adalah dana yang bersifat abadi, artinya dana ini tidak dapat dinikmati oleh individual, namun dapat dinikmati umat secara keseluruhan. Untuk memaksimalkan dana ini, diperlukan nazir yang amanah dan professional, agar mampu mengembangkan dana wakaf untuk kepentingan umat. Jika dana zakat dan wakaf mampu dimaksimalkan dengan baik, maka kesejahteraan di Indonesia akan segera terwujud.


Sumber : http://www.beritawakaf.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar