Indonesia,
sebagai negara yang berpenduduk muslim terbanyak di dunia memiliki potensi
zakat cukup besar. Potensi zakat di Indonesia menurut PIRAC mencapai 7,3
triliun rupiah per tahun sedangkan realisasinya hanya 3,3 triliun rupiah per
tahun, sedangkan berdasarkan perhitungan FOZ (Forum Zakat) potensi zakat di
Indonesia mencapai 17,5 triliun rupiah per tahun dan yang disalurkan melalui
lembaga pengelola zakat hanya 350 milyar rupiah per tahun. Penelitian
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2005
menyebutkan bahwa potensi zakat, infaq, dan shodaqoh di Indonesia mencapai 19,3
triliun rupiah per tahun. Angka-angka tersebut akan semakin bertambah dari
tahun ke tahun seiring semakin meningkatnya kesadaran umat Islam di Indonesia
untuk membayar zakat, infaq dan shodaqoh, karena saat ini membayar zakat, dan
berinfaq telah menjadi life style bagi umat Islam di Indonesia sejak maraknya
kajian-kajian tentang keajaiban dan keutamaan berzakat dan berinfaq.
Kondisi
besarnya potensi zakat tersebut mendorong tumbuh dan berkembangnya organisasi
pengelola zakat di Indonesia, baik dikelola oleh masyarakat maupun pemerintah.
Sejak dikeluarkannya UU No. 38 tentang Pengelolaan Zakat tahun 1999 sampai saat
ini sudah ada 180 Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang tercatat sebagai anggota FOZ,
disamping ada ratusan Badan Amil Zakat (BAZ) yang dikelola oleh pemerintah,
serta belum ditambah lagi dengan lembaga amil zakat lainnya yang belum
terdaftar dalam anggota FOZ maupun BAZ.
Pertumbuhan
dan perkembangan organisasi zakat serta potensi zakat di Indonesia ternyata
tidak berbanding lurus dengan penurunan angka kemiskinan di Indonesia. Terlepas
dari kontroversi kevalidan data tentang kemiskinan, angka kemiskinan di
Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat, kalaupun terjadi penurunan
angka kemiskinan maka laju peningkatan penerimaan dana ziswaf (zakat, infaq,
shodaqoh, dan wakaf) tidak sebanding dengan laju penurunan angka kemiskinan di
Indonesia. Semakin banyak LAZ/BAZ di Indonesia ternyata angka kemiskinan di
Indonesia juga tidak turun secara signifikan. Kondisi ini menyiratkan adanya
satu masalah besar atas pengelolaan zakat di Indonesia, yaitu adanya
ketidakefektifan pengelolaan zakat di Indonesia. Salah satu upaya yang harus
dilaksanakan segera adalah melakukan sinergisitas pengelolaan dana ziswaf yang
dikelola oleh berbagai organisasi pengelola zakat di Indonesia
Overlapping
Pengelolaan Zakat
Semakin banyaknya lembaga pengelola
zakat, baik yang dikelola pemerintah maupun masyarakat, disamping memberikan
kontribusi positif bagi perkembangan pengelolaan dana ziswaf di Indonesia,
ternyata juga menimbulkan masalah lain yaitu ketidakefektifan dalam pengelolaan
dana ziswaf di Indonesia. Ketidakefesienan tersebut muncul karena adanya
overlapping dalam pengumpulan dan pendistribusiaan zakat di Indonesia.
Overlapping dalam pengumpulan dana ziswaf itu salah satunya nampak dari
kurangnya ekstensifikasi obyek muzaki (wajib zakat). Selama ini semua lembaga
pengelola zakat cenderung memiliki obyek muzaki yang sama, sehingga kadang kala
dalam satu perkantoran dapat kita jumpai seorang muzaki bisa menjadi pembayar
zakat pada dua organisasi zakat yang berbeda. Pada umumnya organisasi pengelola
zakat di Indonesia pada saat ini hanya fokus pada wajib zakat personal dengan
jenis profesi yang homogen dan tempat kerja yang sama, sehingga rentan
menimbulkan persaingan yang tidak sehat diantara organisasi pengelola zakat
dalam mencari dan mendapatkan muzaki. Akibat yang lain adalah beberapa potensi
zakat dan muzaki yang lain, seperti zakat perusahaan dan perdagangan, menjadi
terabaikan karena semua organisasi pengelola zakat di Indonesia cenderung
mengejar muzaki dari kalangan profesional dan karyawan.
Overlapping yang lain adalah dalam
hal pemberdayaan dan pemanfaatan dana ziswaf yang terkumpul. Lemahnya sistem
data informasi dan tidak adanya komunikasi antara organisasi pengelola zakat
memungkinkan seorang mustahiq zakat mendapatkan distribusi dana zakat dari
beberapa organisasi pengelola zakat. Akibatnya organisasi pengelola zakat di
Indonesia memiliki kecenderungan untuk saling bersaing dalam program-program
dengan obyek mustahiq yang sama, sehingga pemerataan pemberdayaan dana ziswaf
tidak bisa terwujud secara optimal.
Overlapping dalam pengelolaan dana
ziswaf tersebut terjadi karena di Indonesia belum ada institusi yang dijadikan
simpul bagi seluruh organisasi pengelola zakat di Indonesia untuk berkoordinasi
dan bersinergi. Undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat tidak
menyebutkan secara jelas institusi yang menjadi koordinator untuk melakukan
koordinasi dan sinergi dalam pengelolaan dana ziswaf, begitu juga institusi
tentang pengawasan atas pengelolaan dana ziswaf belum diatur oleh undang-undang
tersebut.
Sinergisitas:
Antara Solusi dan Masalah
Sinergisitas organisasi pengelola
zakat di Indonesia merupakan kunci jawaban atas masalah ketidakefektifan
pengelolaan dana zakat di Indonesia selama ini. Sinergitas tersebut akan
menjadi salah satu cara untuk mewujudkan keberkahan zakat dalam kehidupan Umat
Islam di Indonesia. Ada tiga tahapan penting dalam proses sinergisitas
pengelolaan dana zakat di Indonesia. Tahap pertama adalah menentukan institusi
yang menjadi simpul komunikasi dan koordinasi menuju sinergisitas organisasi
pengelola zakat, tahap keduaadalah melakukan mapping potensi zakat yang ada di
Indonesia dan melakukan distribusi tugas pengumpulan dana ziswaf sesuai dengan
peta potensi yang ada, dan tahap ketigaadalah mapping program pemberdayaan dana
ziswaf sesuai dengan tujuan dan target serta skala prioritas pemberdayaan dana
ziswaf di Indonesia.
Kendala utama dalam mencapai
sinergisitas adalah melepaskan egoisme kelembagaan dari setiap lembaga
pengelola zakat yang ada di Indonesia. Ketiga tahapan tersebut tidak akan bisa
terwujud jika masih kuat egoisme kelembagaan lembaga pengelola zakat. Sehingga
penentuan institusi apa yang bisa menjadi simpul koordinasi dan komunikasi
untuk dapat bersinergi menjadi titik krusial dalam mewujudkan sinergisitas. Hal
tersebut nampak dari belum adanya proses koordinasi dan komunikasi antara LAZ
dan BAZ, oleh karena itu perlu adanya suatu institusi yang bisa mewadahi
seluruh organisasi pengelola zakat di Indonesia serta mengeliminasi sifat
egoisme kelembagaan untuk mencapai sinergisitas pengelolaan zakat di Indonesia.
Peran
dan Tanggung Jawab Pemerintah
Pemerintah dapat mengambil peran
dalam memulai membangun sinergisitas dengan menjadi institusi simpul koordinasi
dan komunikasi organisasi pengelola zakat di Indonesia yang bersifat netral
tanpa harus mengeliminasi atau mematikan peran dari LAZ yang ada. Keinginan
pemerintah untuk mengamandemen UU No. 38/1999 untuk menyatukan pengelolaan
zakat di bawah pemerintah patut diapresiasi, tetapi jangan sampai keinginan
tersebut akan mengeliminasi dan mematikan peran LAZ yang sudah tumbuh dan
berkembang saat ini. Oleh karena itu peran pemerintah dalam pengelolaan dana
ziswaf di Indonesia harus sebatas sebagai mediator dan koordinator bagi
organisasi pengelola zakat di Indonesia serta menjadi pengawas atas pengelolaan
dana ziswaf di Indonesia. Sehingga tanggung jawab pemerintah hanya
mengkoordinasi, mengkomunikasikan, dan melakukanmapping potensi zakat serta
program pemberdayaan zakat agar sinergi dengan program-program pembangunan
pemerintah untuk pengurangan kemiskinan, dan menjalankan fungsi pengawasan.
Kementrian
Zakat dan Wakaf: Langkah Awal Sinergisitas
Pertanyaan berikutnya adalah peran
dan tanggung jawab pemerintah dalam pengelolaan dana ziswaf tersebut
dilaksanakan oleh siapa?. Selama ini BAZNAS yang berada langsung dibawah
presiden akan kurang efektif jika menjalankan fungsi peran dan tanggung jawab
pemerintah sebagai institusi yang mensinergikan organisasi pengelola zakat di
Indonesia, karena BAZNAS/BAZDA adalah salah satu institusi pengumpul zakat yang
dikelola pemerintah sehingga rentan egoisme kelembagaan akan masih tetap muncul
dari organisasi pengelola zakat yang ada.
Alternatif yang dapat diambil
sebagai institusi yang dapat menjadi simpul koordinasi dan komunikasi untuk
menciptakan sinergisitas pengelolaan dana ziswaf di Indonesia adalah dengan
membentuk kementrian Zakat dan Wakaf yang berfungsi sebagai rumah bersama bagi
seluruh organisasi pengelola zakat di Indonesia untuk bersinergi, baik yang
dikelola oleh masyarakat (LAZ) maupun dikelola oleh pemerintah (BAZ).
Kementrian Zakat dan Wakaf akan menjadi regulator, koordinator, dan pengawas
dalam pengelolaan dana ziswaf di Indonesia. Pembentukan Kementrian Zakat dan
Wakaf sebagai fungsi koordinator, regulator, dan pengawasan dalam pengelolaan
dana ziswaf di Indonesia akan menjadi win-win solutionbagi LAZ maupun BAZ untuk
saling bersinergi dengan melepaskan egoisme kelembagaannya.
Sumber : http://noven-suprayogi-feb.web.unair.ac.id/